Perkembangan Kerajaan Islam di Nusantara
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan
Samudra Pasai terletak di sebelah utara Perlak di daerah Lhokseumawe
(sekarang pantai timur Aceh). Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan
Islam pertama di Nusantara dan berdiri pada abad ke- 13 M. Wilayahnya
strategis karena menghadap Selat Malaka.
Awal
berdirinya kerajaan Samudra Pasai diketahui dari batu nisan makam raja
Malik al-Saleh yang wafat tahun 1297 M. Diperkirakan bahwa Sultan Malik
al-Saleh (1290-1297) merupakan pendiri dan raja pertama kerajaan Samudra
Pasai. Setelah Malik al-Saleh wafat, kerajaan Samudra Pasai dilanjutkan
oleh Sultan Muhammad Malik al-Taher (1297 – 1326 M), Sultan Ahmad dan
Sultan Zainal Abidin.
Menurut beberapa sumber sejarah, banyak pedagang dari berbagai negara
berlabuh di Pelabuhan Pasai. Pelabuhan Pasai yang sangat strategis itu
dijadikan sebagai tempat untuk transit barang-barang dari berbagai
negara sebelum diekspor ke tempat lain. Kerajaan Samudra Pasai mampu
memanfaatkan ramainya perdagangan internasional yang dilakukan oleh para
pedagang Islam. Mata uang yang digunakan oleh masyarakat Samudra Pasai
dalam kegaiatan dagang ketika itu adalah mata uang emas (berita
Marcopolo tahun 1292 M dan Ibnu Batutah tahun 1326 M). Samudra Pasai
telah berperan sebagai pusat penyebaran Islam ke berbagai kawasan
sekitarnya.
2. Kerajaan Aceh
Pendiri kerajaan ini ialah Ali Mughayat Syah
(1513-1528 M). Pada masa pemerintahannya, Aceh menyatukan
kerajaan-kerajaan disekitarnya, seperti Kesultanan Samudra Pasai,
Perlak, Lamuri, Benua Tamiang dan Indera Jaya. Raja berikutnya Sultan Alauddin Riayat Syah
(1537-1568 M). Dalam masa kekuasaannya, Aceh terus berusaha mengusir
Portugis yang berkeinginan menguasai wilayahnya dan menyerang Johor yang
bersekutu dengan Portugis. Usaha membangun kebesaran Aceh lainnya
adalah menjalin hubungan dengan Turki, Persia, India dan
Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.
Kerajaan Aceh mencapai kejayaannya dibawah Pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1607-1636 M). Pada masa kekuasaanya, wilayah Aceh semakin luas yaitu
dari pesisir barat samudra sampai Bengkulu, pesisir timur Sumatera
sampai Siale, Johar, Pahang dan Pattani.
Sultan Iskandar Muda kemudian digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M). Pada masa kekuasaannya, ia lebih memperhatikan pengembangan dalam negeri ketimbang politik ekspansi, berkembangnya studi Islam masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani karena didukung oleh kehadiran Nuruddin ar Raniri (seorang
ahli tasawuf yang berasal dari Gujarat, India. Nuruddin ar Raniri
pernah singgah di Aceh sekitar tahun 1637 – 1644 M. Nuruddin ar Raniri
banyak menulis buku tasawuf. Hasil karyanya yang terkenal adalah
Bustanus Salatin yang berisi sejarah Aceh). Setelah Sultan Iskandar
Thani wafat, kerajaan Aceh mulai mengalami kemunduran.
3. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan Kerajaan Islam pertama di Jawa. Pendirinya ialah Raden Fatah (1478 – 1518 M). Kerajaan ini memiliki wilayah yang luas dan membentang di pesisir utara Jawa, bekas Kerajaan Majapahit.
Setelah sebagian besar wilayah Jawa dikuasainya, Kerajaan Demak melakukan ekspansi ke luar Jawa. Caranya, dengan menyerang Malaka yang sudah jatuh ketangan Portugis. Pemimpin serangan itu ialah Pati Unus (1518-1521 M) dan dikenal dengan Pangeran Sabrang Lor. Serangan itu mengalami kegagalan, karena jarak serangan terlalu
jauh dan Demak kurang memiliki persenjataan. Walaupun gagal, kerajaan
Demak telah membuktikan bahwa kerajaan Nusantara mampu melawan kekuatan
bangsa Barat.Kerajaan Demak mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Trenggono
(1521-1546 M). Pada masa pemerintahannya, Demak berusaha membendung
masuknya Portugis ke Jawa. Setelah Sultan Trenggono wafat, Demak
mengalami kemunduran yang disebabkan adanya perebutan kekuasaan dan
kelemahan sistem pemerintahan di Kerajaan Demak. Kerajaan Demak memiliki
peranan besar sebagai pusat penyebaran Islam di Jawa. Demak pun membangun masjid yang menggunakan perpaduan antara kebudayaan Jawa dan Islam. Masjid yang dimaksud adalah Masjid Raya Demak dan Masjid Raya Kudus.
Pendiri Kerajaan Mataram ialah Kyai Ageng Pamanahan. Setelah meninggal tahun 1575 M, Pamanahan digantikan oleh anaknya bernama Sutawijaya. Pada masa pemerintahan Sutawijaya, wilayah kekuasaan Mataram meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon dan sebagian Priangan.
Sutawijaya kemudian digantikan Mas Jolang
(1511-1613 M). Pada masa pemerintahan Mas Jolang, Mataram Islam tidak
mampu memperluas wilayahnya karena disibukkan dengan usaha mengatasi
para pemberontak.
Pengganti Mas Jolang ialah Raden Rangsang (1613-1645 M) yang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Cita-cita perjuangan kedua pendahulunya tetap dilanjutkan sejak tahun
1614 M, Sultan Agung mulai bergerak menaklukkan kembali daerah di
pesisir utara Jawa. Balatentara Mataram berhasil menaklukkan Lumajang,
Pasuruan, Kediri, Tuban, Pajang, Lasem, Madura, Surabaya dan Sukadana
(Kalimantan). Sedangkan di daerah pedalaman yang tidak mau tunduk kepada
kerajaan Mataram Islam, yaitu Madura, Ponorogo, Blora dan Bojonegoro.
Setelah Surabaya jatuh hampir seluruh Jawa dikuasainya hanya tinggal
Cirebon, Banten dan Batavia yang belum dikuasai. Pada tahun 1628 M dan
1629 M Mataram menyerang Batavia, namun tidak berhasil karena kurangnya
persiapan logistik. Sultan Agung adalah seorang organisator, ahli
politik, ahli filsafat dan ahli sastra. Berikut ini adalah hasil karya
Sultan Agung, yaitu :
a. Tahun 1833 M, Sultan Agung menciptakan Tarikh Jawa Islam yang dimulai 1 Muharam 1043 H.
b. Mengarang buku ”sastra gending” yang berisi ajaran filsafat mengenai kesucian jiwa.
c. Membuat buku undang-undang hukum pidana dan perdata yang diberi nama ”surya alam”.
5. Kerajaan Cirebon
Awalnya
Cirebon merupakan bagian dari kerajaan Pajajaran. Pada abad ke- 16,
Cirebon berkembang menjadi pelabuhan yang ramai dan pusat perdagangan di
pantai Jawa Barat bagian utara. Setelah jumlah pedagang semakin banyak
dan proses Islamisasi berkembang terus, Sunan Gunung Jati segera
membentuk pemerintahan kerajaan Islam Cirebon.
Cirebon
dan Demak memiliki hubungan dekat. Secara ekonomi, pelabuhan Banten
dijadikan sebagai pelabuhan bagi perkembangan ekonomi Demak di wilayah
Cirebon, sebelum pelabuhan ini berdiri sendiri sebagai kerajaan. Adapun
secara politik dan budaya, hubungannya terjadi melalui perkawinan. Pada
tahun 1524 M, Sunan Gunung Jati menikahi saudara perempuan raja Demak.
Dari perkawinan tersebut, Sunan Gunung Jati memperoleh anak bernama
Hasanuddin yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Banten, setelah Demak
merebut Banten dari penguasa Pajajaran. Adapun Sunan Gunung Jati,
setelah meletakkan dasar-dasar pemerintahan kesultanan Banten segera
membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1552 M. Masih ada perbedaan
pendapat mengenai apakah Sunan Gunung Jati dengan Fatahillah sama
orangnya atau berbeda ? Selama ini terdapat dua versi mengenai tokoh
tersebut. Versi pertama dikemukakan oleh sejarawan Hoesien
Djajadiningrat (1913) yang merujuk pada sumber-sumber yang dikemukakan
oleh catatan sejarah bangsa Portugis dan sumber-sumber lainnya
mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati ialah sama dengan Fatahillah,
Falatehan, Tagaril, atau Syarif Hidayatullah. Versi kedua dikemukakan
oleh sejarawan Atja (1972) dan Edi S. Ekadjati (2000) mengatakan bahwa
Fatahillah dan Sunan Gunung Jati ialah dua orang yang berbeda, walaupun
keduanya ialah sama-sama tokoh penyebar Islam di Cirebon. Versi kedua
ini didukung oleh Babad Cirebon dan naskah Carita Purwaka Caruban Nagari.
6. Kerajaan Banten
Hasanuddin
sebagai anak dari Sunan Gunung Jati dianggap sebagai raja dari
Kerajaan/Kesultanan Banten yang pertama. Adapun Sunan Gunung Jati
dianggap sebagai pendiri kerajaan Banten.
Seperti
halnya ayahnya, Hasanuddin memiliki hubungan keluarga dengan Raja Demak
(Sultan Trenggono) melalui perkawinan. Dari perkawinan tersebut,
Hasanuddin memperoleh dua orang anak, yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara. Anak kedua diangkat menjadi penguasa Jepara, sedangkan Maulana Yusuf sebagai anak pertama diangkat menjadi Raja Banten.
Perebutan tahta di Banten terjadi sepeninggal Maulana Yusuf, yaitu antara Maulana Muhammad
(anak Maulana Yusuf) dengan Pangeran Jepara. Namun usaha ini dapat
digagalkan oleh pasukan Banten. Dari kegagalan serangan tersebut, Banten
dan Cirebon berdiri sebagai kerajaan yang berdaulat.
Banten mencapai masa kejayaannya dibawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa
(1651-1682 M). Selama masa pemerintahannya, Sultan Ageng terlibat
pertempuran melawan VOC. Kegigihan Sultan Ageng ditentang oleh Sultan
Haji. Kesempatan ini dimanfaatkan VOC untuk menggunakan politik adu
domba sehingga tidak lama kemudian Sultan Ageng dapat ditangkap Belanda
tahun 1683 M dan dipenjara di Batavia sampai akhirnya wafat tahun 1692
M. Akhirnya, Sultan Haji dipaksa untuk menandatangani perjanjian dengan
VOC. Harus menerima kenyataan bahwa Belanda memonopoli perdagangan di
Banten.
7. Kerajaan Makassar
Pada
abad ke- 16 di pulau Sulawesi berkembang banyak kerajaan diantaranya
kerajaan Luwu,Gowa, Wajo, Soppeng, Tallo dan Bone. Diantara
kerajaan-kerajaan tersebut terdapat persaingan perebutan hegemoni di
Sulawesi Selatan dan kawasan Indonesia bagian Timur. Dua kerajaan
berhasil memenangkan persaingan tersebut, yaitu Gowa dan Tallo yang
kemudian lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar.Kerajaan Makassar
mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669 M).
Sultan Hasanuddin berhasil memperluas daerah kekuasaannya di Sulawesi Selatan termasuk Kerajaan Bone. setelah VOC mengetahui
pelabuhan Makassar yaitu Sombaopu cukup ramai dan banyak menghasilkan
beras. Kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan memiliki tradisi
merantau.Tradisi ini berkaitan dengan kehidupan ekonomi perdagangan
antar pulau. Pada masa kejayaannya, pedagang Makassar melakukan kegiatan
perdagangan dengan berbagai Pelabuhan di seluruh Nusantara.Hubungan
diplomatik juga dilakukan antara lain dengan kerajaan-kerajaan di Asia,
seperti Mindanao, Mogul, Turki dan Sulu. Sikap terbuka masyarakat
Kerajaan Makassar menyebabkan terbentuknya perdagangan bebas di kawasan
ini. VOC mulai mengirimkan utusan untuk membuka hubungan dagang serta membujuk Sultan Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda
(pusat rempah-rempah). Namun, bujukan VOC itu ditolak. Setelah
peristiwa itu antara Makassar dan VOC mulai terjadi Konflik. Keadaan
meruncing sehingga pecah perang terbuka. Dalam peperangan tersebut, VOC sering mengalami kesulitan dalam menundukkan Makassar oleh karena itu, VOC memperalat Aru Palaka (Raja Bone) yang ingin lepas dari kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka. Akhirnya Makasar diduduki VOC melalui Perjanjian Bongaya tahun 1667 M.
Kerajaan
Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan di kepulauan Maluku. Dalam
sejarah perkembangannya, kedua kerajaan tersebut bersaing untuk
memperebutkan kekuasaan politik dan ekonomi. Tidak jarang mereka
melibatkan kekuatan-kekuatan asing, seperti Portugis, Spanyol dan
Belanda. Kekuatan-kekuatan asing tersebut dalam perkembangannya
berambisi pula untuk menguasai secara monopoli perdagangan rempah-rempah
di kawasan ini. Persaingan antara kerajaan Ternate dan Tidore
diperburuk dengan ikut campurnya bangsa Portugis yang membantu Ternate
dan bangsa Spanyol yang membantu Tidore. Setelah memperoleh keuntungan,
kedua bangsa barat tersebut bersepakat untuk menyelesaikan persaingan
mereka dalam Perjanjian Saragosa ( 22 April 1529).
Hasil perjanjian tersebut, Spanyol harus meninggalkan Maluku dan
menguasai Philipina, sedangkan Portugis tetap melakukan perdagangan di
kepulauan Maluku. Walaupun
sedang bersaing memperebutkan hegemoni di kawasan tersebut,
kerajaan-kerajaan di Maluku tetap tidak menginginkan bangsa-bangsa barat
mengganggu kegiatan perdagangan di kawasan tersebut. Hal itu merupakan
salah satu ciri kerajaan-kerajaan Islam di Maluku. Oleh karena itu,
mereka selalu mengadakan perlawanan terhadap kekuasaan asing. Misalnya,
perlawanan yang dilakukan oleh Sultan Hairun (1550 – 1570 M) dan perlawanan Sultan Baabullah (1570-1583).Perlawanan
yang terakhir ini mampu memaksa bangsa Portugis meninggalkan Maluku dan
memindahkan kegiatannya ke Timor Timur (sekarang Timor Leste). Adapaun
perlawanan terhadap Belanda dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780 – 1805 M).
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar